Layang-Layang Adik
“K ak Mina…!!
tolong aku..!!”
Suara teriakan Farid, adikku yang duduk di kelas dua
SD itu mengagetkanku. “Kamu kenapa, Far?!” tanyaku. “Layang-layang aku
tersangkut di pohon. Kejadiannya, aku tadi ninggalin layangannya karena mau
minum dulu. Aku tindih talinya pakai batu. Eh, saat aku datang, layangannya hilang!”
Ia bercerita.
“Oh, Cuma itu aja? ya sudah, mana pohonnya?” Dia menunjuk
ke arah pohon mangga di kebun milik Ibu. Dan aku bisa melihat layangannya dengan
jelas. Aku berlari ke arah pohon itu dan menggoyangkannya. Gagal. “Far, ambil
tangga!” teriakku. Farid mengangguk dan segera menghilang dari pandangan
mataku.
Tak lama, kembalilah ia dengan membawa sebuah tangga.
Aku menaiki tangganya dan mengambil layangan itu. “Dapat!” seruku. Pelan-pelan,
kuturunkan kakiku satu persatu. “Terima kasih kak” ujarnya. “Sama-sama, tapi,
kok layangannya bisa ada di sini, ya?” aku bertanya sambil menatap pohon itu
lagi. Farid diam saja. “Atau kamu kurang benar mengganjalnya?” aku menoleh pada
adikku itu. Dahinya berkerut, sepertinya berusaha mengingat sesuatu. “Iya, kak…aku
ingat! Aku longgar ganjalannya karena terburu-buru” katanya.
“Memangnya kamu tindih pakai bagian batu yang mana?”
“Bagian ujung”
“Pantas saja longgar, coba periksa layangannya. apa ada
yang sobek atau tidak?”
“Hmm…tidak ada, kak”
“Baguslah”
Kami pun pulang dan mengembalikan lagi tangga itu ke tempatnya
semula.
Tamat......
Komentar
Posting Komentar